Tulisan ini merupakan rangkuman penulis dari hasil diskusi dalam acara bincang pemuda di aula KNPI NTB 15/09 yang lalu. Themanya tentu soal NTB, negeri kelahiran hampir lima juta penduduk yang patut dijaga dan dirawat. Manusianya, alamnya serta pemerintahannya (aset). Inilah bentuk kesungguhan kami yang tergolong muda/pemuda yang hendak berpartisipasi dalam pembangunan melalui curah pendapat meski pendapatannya kurang tercurah, “banyak berpendapat, tetapi tidak memiliki pendapatan”.
Hadir mewakili pemerintah NTB saat itu adalah DR. Rosyadi Sayuti. Asisten Bidang Pemerintahan yang sekaligus Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Wathan Wilayah Nusa Tenggara Barat.
Selain Rosyadi, hadir juga Ruslan Turmuzi. Politisi PDIP yang cukup tau banyak tentang Islamic Centre (IC), serta Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar NTB Muharyadi Kurniawan.
Thema diskusi ini cukup menarik, “Islamic Centere Tabrak Aturan vs Islamic Centere Menjadi Pusat Kebudayaan Islam Dunia”. Tentu thema ini dihajatkan agar peserta diskusi dapat menimbang-nimbang berat dari pusat kegiatan kaum muslimin NTB agar tak condong kekiri atau berat kekanan. Laksana timbangan, IC ini memiliki dua bandulan, yakni bandul tujuan dan bandul proses.
Dalam bandul tujuan dihajatkan agar IC bisa jadi pusat kegiatan keummatan dalam berbagai aspek, baik ritual, sosial, budaya maupun ekonomi dan tentunya menjadi icon dari negeri seribu masjid yang selama ini dibanggakan. Tentu ini dimaksudkan agar IC bisa menghidupi dirinya sendiri, meski nantinya pihak pemerintah akan mengawalnya melalui pembentukan Unit Pelaksana tehnis yang khusus menangani kegiatan Islamic Centere (IC).
Pada bandul ini, semua peserta tentu tak akan mengingkarinya sebagai sebuah agenda kehidupan beragama yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Keriuhan suasana dengan berbagai kegiatannya tentu akan menjadi magnit tersendiri bagi siapapun yang menggunakannya, baik masyarakat local, nasional, bahkan internasional.
Rosyadi Sayuti yang menyandang gelar academic seorang Doktor dan posisi jabatan esselon II di Pemerintahan propinsi NTB tentu dengan mudah memaparkan IC dalam persepektif pemerintah yang berdampak bagi perkembangan pembangunan di NTB hususnya IC.
Selanjutnya, terkait keberadaan IC ini, KNPI NTB sebetulnya tidak menolak. ia hanya memberikan masukan kepada pemerintah daerah setempat bahwa pelaksanaan pembangunan IC dipastikan tidak melanggar aturan pp 58 thn. 2005 tentang pengelolaan keuangan negara. Penggunaan APBD untuk pembangunan tempat ibadah, maka urusan itu kembali pada eksekutif dan legislatif untuk mencari legal standingnya agar IC tidsk menjadi masalah dikemudian hari, sebab IC akan menjadi ikon peradaban Islam di NTB dan distinasi wisata syariah, jelas viken Madrid (Pengurus KNPI). Viken juga berharap bahwa pembangunan IC saat ini, pengelolaan IC ke depannya bermanfaat bagi masyrakat/rakyat NTB “bukan menjadi beban pemeliharaan dan pembiayaan nanti melalui APBD.
Sementara itu, dimana pada bandul proses, Ruslan Turmuzi banyak menyinggung perihal aturan yang ditabrak pemerintah. Apa saja yang ditabrak itu? Menurut Ruslan pembangunan IC yang merupakan program pemerintah NTB, kemudian dalam agenda pelaksanaan (proses) ternyata ada kegiatan pembangunan Masjid di dalamnya “ini sebetulnya sulit kita terjemahkan”, entah mau kita lihat berdasarkan regulasi lama atau baru terkait pendirian rumah/tempat ibadah, seperti bangunan Masjid di IC ini, sebab dalam setiap regulasi bahwa pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah sudah tidak lagi diperbolehkan, apalagi IC ini telah menelan anggaran dari APBD, dan uang rakyat melalui panitia penggalangan dana yang ada, seperti halnya yang telah disebutkan kawan-kawan pemuda KNPI.
Saat sessi tanya jawab, sejumlah peserta mempertanyakan proses pemilihan lokasi, besaran biaya mulai dari pembebasan lahan, hasil bongkaran bangunan KONI dan SPMA serta bongkaran lainnya yang dinilai kurang transparan.
Dari data yang dihimpun penulis, jumlah penerimaan penggalangan dana untuk pembangunan Islamic Center Provinsi NTB sampai akhir bulan September 2011 pada SKPD Pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp. 1.194.659.285 dari 50 instansi
Dari 50 instansi yang memberi dukungan pembangunan Islamic Center Provinsi NTB, 5 instansi dengan jumlah penerimaan relatif besar berasal dari instansi berikut: Rumah Sakit Umum Provinsi Rp. 180.375.000, Dinas Pekerjaan Umum Rp. 105.675.000, Dinas Pertanian Tanaman, Pangan & Hortikultura Rp. 72.250.000, Biro Umum Rp. 57.205.000, Dinas Pendapatan Daerah Rp. 54.240.000.
Sedangkan instansi yang potensi penerimaannya relatif kecil antara lain; Kantor Penghubung Provinsi NTB di Jakarta (Belum ada), ESDM dan Perindag Rp. 2.470.000, Sekretariat DPP KORPRI NTB Rp. 2.925.000, Museum NTB Rp. 3.330.000, Komisi Penyiaran Indonesia Derah NTB Rp. 4.170.000. Untuk penerimaan yang berasal dari Instansi Vertikal, BUMN, BUMD dan masyarakat NTB, penulis belum menemukan laporan realisasi penerimaan.
Menjawab itu, Rosyadi menjelaskan keberadaan IC dilihat dari factor sejarah. Menurutnya, keberadaan IC sejalan dengan kebudayaan Islam di Nusa Tenggra Barat, terutama pulau lombok yang selama ini dikenal sebagai pulau seribu masjid, sehingga keberadaan IC ini menjadi salah satu symbol sekaligus icon bahwa kedepan mampu meningkatkan kualitas keislaman masyarakat NTB, jelasnya.
Sementara itu, Rosyadi tidak menyebutkan dari mana dana IC selama ini selain bersumber dari APBD, dan dana yang dikumpulkan melalui panitia penggalangan dana. Padahal di satu sisi, pembangunan IC di NTB berdasrkan data yang dikumumpulkan penulis bahwa pembangunan IC mendapat stimulant dari PT newmount.
Disebutkan bahwa pada proses peresmian pembanguan juga ada keterlibatan terkait CSR. Dana CSR PTNNT sebesar 38 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp 360 miliar, yang dikucurkan pada 2011 dan 2012. Dana CSR itu masing-masing sebesar Rp140 miliar untuk Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan sebesar Rp 70 miliar untuk Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Dari Rp 140 miliar yang menjadi hak Pemprov NTB, sebanyak Rp 50 miliar diantaranya digunakan untuk mendukung kelanjutan pembangunan Islamic Center.
Diskusipun mengalir dan makin menarik ketika peserta mempertanyakan soal ralisasi CSR perusahaan tambang nowmount. Berapa besar dan kemana saja diarahkan dana CSR perusahaan yang sudah mengeruk isi perut bumi NTB itu, namun Rosyadi hanya menjawab secara umum bahwa arah salurannya diberikan pada kepentingan sosial. Inilah yang masih mengganjal, jangan sampai dana tambang itu hanya “ditambang” untuk keperluan kelompok tertentu.
Bulan lalu, tepatnya pada tanggal, 21 Agustus 2014, melalui salah satu situs media On line diberitakan bahwa pemberian dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) kepada Pemprov NTB dinilai tertutup dan terkesan ekslusif. Bappeda NTB selaku pihak pengelola dan pemberi rekomendasi atas siapa yang berhak menerima program tersebut ditenggarai seenaknya saja memberikan dana mencapai ratusan miliar itu.
“Akibatnya, hanya ada satu organisasi keagamaan paling besar di NTB yang kebetulan kini berada di lingkaran kekuasaan yang paling banyak menerima manfaat atas keberadaan dana CSR itu,” kata Sekretaris Komisi III Bidang Fisik dan pembangunan DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani, menjawab wartawan disela-sela rapat pembahasan APBD 2015,
Sedangkan Informasi yang dihimpun pada saat itu menyebutkan, PT Newmont Nusa Tenggara telah menggelontorkan dana hingga mencapai Rp 61,2 miliar pada Pemerintah Provinsi NTB. Pemberian dana ini terkait proyek pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan ini sebesar 38 juta dolar AS pada tahun 2013. Sedangkan, dana proyek fisik dan nonfisik senilai Rp 49 miliar lebih juga telah digelontorkan selain proyek 38 juta dolar AS itu. Bahkan, Newmont pun telah mengalokasikan dana pengembangan masyarakat senilai Rp 50 miliar.
Selain CSR Newmount, pemerintah NTB juga telah menerima CSR dari Pertamina. Jumlah CSR yang diterimannya kurang lebih 200 juta, namun Rosyadi Sayuti tidak menjelaskan secara detail kemanakah CSR tersebut direalisasikan.
0 komentar:
Posting Komentar