Gagasan pembentukan propinisi baru
di wilayah Nusa Tenggara Barat, yakni Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) kini telah
melahirkan segudang pertanyaan dari berbagai elemen masyarakat Nusa Tenggara
Barat sendiri, khususnya masyarakat yang kini bermukim di pulau lombok, dan
juga masyarakat lombok yang bermukim di pulau sumbawa, begitu juga sebaliknya.
Sebagian masyarakat Nusa Tenggara
Barat yang berada di pulau lombok menilai bahwa gagasan pemekaran wilayah,
seperti halnya PPS yang saat ini sedang gencar-gencarnya diperjuangkan untuk
secepatnya bisa terbentuk adalah bukan menjadi satu-satunya jalan (solusi) yang
bisa menjamin proses percepatan dan perkembangan serta kemajuan wilayah
setempat, terutama wilayah-wilayah yang ada di bagian timur Indonesia saat ini.
Terkait
soal PPS, Seperti halnya apa yang dikatakan oleh salah seorang tokoh dari kota
bima (NTB), H. Zainul Arifin bahwa “pembentukan PPS merupakan harga mati”.
Sebagai tokoh masyarakat sekaligus mantan bupati Bima (2000-2005) ini menilai
bahwa hanya PPS lah jalan dimana daerah sumbawa dan sekitarnya nantinya bisa
berkembang dan setara dengan daerah-daerah lain, (lombok post 13/03/14, hal 20)
Menurut
penulis bahwa apa yang dikatakan oleh seorang tokoh diatas barangkali merupakan
sebuah aspirasi ketidakpuasan dimana visi “NTB besaing” yang digagas semenjak
terpilihnya TGB bersama Ir. H. Badrul Munir, MM, menjadi kepalah daerah NTB
(Gubernur dan wakil gubernur) pada priode yang lalu belum maksimal bisa
dirasakan oleh masyarakat Nusa Tenggara Barat, terutama masyarakat-masyarakat
yang ada di pulau sumbawa dan sekitarnya.
Masayarakat
lombok, khususnya sebagian pemuda di dalamnya, ia menilai bahwa kemajuan
wilayah sebetulnya membutuhkan sebuah konsep yang benar-benar terbangun di atas
kekompakan dari seluruh elemen masyarakat dengan pemerintah setempat. Lebih
lanjut kali ini penulis juga akan menegaskan kembali kepada seluruh ORMAS, OKP,
LSM, serta lainya yang terdapat di daerah ini bahwa diharapakn kesemuanya harus
bisa membangun relasi yang kuat dengan pemerintah guna membangun serta
mengembangkan daerah ini tanpa harus melalui jalan pemekaran wilayah, diamana
selama ini sebagian masyarakat menganggap bahwa jalan pemekaran tersebut
bersifat diskriminatif yang terlahir dari sebuah provokasi kepentingan wilayah
di Nusa Tenggara Barat.
Sejalan
dengan proses PPS, kini Retorika berbasis asumsi pun sudah mulai muncul di
forum-forum diskusi informal oleh kalangan aktifis pergerakan. Aktifis-aktifis
yang berasal dari pulau lombok juga mengambil bagian dan berbicara soal PPS
sekalipun melalui forum yang cukup sederhana. Selanjutnya, ia pun
berandai-andai bahwa seketika PPS sudah resmi terbentuk nantinya, maka tentu
NTB tinggal nama karena hanya menyimpan satu pulau (lombok). Selanjutnya, Pulau
lombok akan menjadi daerah tunggal bagi provinsi Nusa Tenggara Barat, dan
masih tetap berada dibawah kepemimpinan pasangan kepala daerah NTB saat ini,
yakni Orang no satu asal lombok serta orang no dua asal Sumbawa.
Sejalan
dengan hal demikian, maka segala fasilitas-fasilitas khusus bagi Mahasiswa yang
sudah dibangun saat ini, khususnya fasilitas-fasilitas yang menyimpan
label/nama suatu daerah, dan bukan nama daerah yang terdapat di pulau lombok
akan dipertanyakan kembali oleh aktifis-aktfis asal lombok. Seperti halnya
beberapa asrama khusus untuk Mahasiswa yang berasal dari luar pulau lombok juga
akan dipertanyakan kembali terkait bagaimana keberadaannya, sistim
perpajakannya, dll. Begitu juga sebaliknya terkait asrama untuk Mahasiswa asal
lombok yang berada di luar daerah Nusa Tenggara Barat. klick disini u/ download
0 komentar:
Posting Komentar