“Memek” adalah istilah dalam sebuah
bahasa yang dikenal dalam suku sasak. Terdapat di beberapa tempat misalkan,
seperti di wilayah Lombok tengah bagian selatan, dimana orang sasak mengenal
istilah “memek” ini. Apabila dalam diri seseorang terlihat dia cerewet, banyak
bicara, atau kritis terhadap hal-hal tertentu maka orang tersebut di sebut “memek”.
Orang-orang sasak memang
dibeberapa tempat dikenal dengan “memeknya” alias crewet, kritis dan
sebagainya. Logat bahasa kesehariannya yang khas membuat “kememek-annya”
merupakan salah satu ciri tersendiri bagi sebagian orang sasak di pulau Lombok.
Mengapa orang sasak itu “memek”. Dalam
hal ini penulis akan menjelaskan melalui beberapa contoh kasus sebagai berikut;
“Orang tua sasak cerewet terhadap
anaknya apabila sang anak berprilaku nakal”. Umumnya orang tua (orang sasak)
cerewet apabila anaknya berprilaku nakal atau “urak-urakan”. Jika dilihat secara
normative, maka pada umumnya semua orang tua, baik itu orang Sasak, Jawa, Bali dan
lain sebagainya, semua dari mereka memang cerewet apabila mereka melihat
anak-anaknya nakal atau berprilaku tidak layak, sebab tak ada satupun orang tua
yang suka atau bangga melihat anak-anak mereka yang nakal dan bersikaf negative
lainnya.
Dengan “memeknya” orang tua dalam
hal tersebut sebetulnya merupakan sebuah reaktif orang tua, yakni khawatir terhadap anak-anaknya, mereka “memek”
agar sang anak tidak berprilaku seperti hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga
“memek” dalam hal ini bisa dimaknai sebagai upaya orang tua dalam mendidik
anak-anaknya.
Begitu juga dengan contoh lain
dimana orang tua sasak yang masih percaya terhadap mitos-mitos tertentu. Misalkan
menjelang tibanya waktu magrib para orang tua biasanya “memek” dengan melarang
anak-anak balitanya yang masih bermain-main ketika sudah masuk waktu magrib. Orang
tua sasak di beberapa tempat, khususnya di wilayah perkampungan berkeyakinan
bahwa para Jin jahat keluar pada waktu tersebut sehingga anak-anak balita sangat
dilarang bermain-main di halaman rumah. “Memeknya” para orang tua dalam hal ini
ditandai dengan mereka yang terkadang mengelurakan kata-kata yang sama secara
berulang-ulang. Dalam bahasa sasak seringakali orang tua berkata “Maliq kanak… Jah
pade bejorak sak merinian wayen…!”. Kata “maliq” di sini bermakna tidak
diperbolehkan, perintah/larangan secara moril orang tua terhadap anak
orang-orang sasak. Kata “maliq” ini juga dapat dikenal oleh orang jawa dengan
istilah “pemaliq”,
Di akhir-akhir sekarang ini para orang
tua yang “memeq” sudah hampir punah tertelan bumi. Malah sebaliknya kini sudah banyak
anak-anak yang cerewet terhadap orang tua mereka, berani melawan orang tuanya
sendiri, dll.
Di sisi lain bahwa dengan melihat
kondisi di atas malah justru banyak orang tua yang takut berprilaku “memek”
terhadap anaknya. Dimana para orang tua sekarang ini sudah takut terhadap anak-anak mereka, dan sang anak seolah-olah menjadi
dewa di depan orang tuanya sendiri. Sehingga wajar kemudian kondisi yang terbalik
tersebutlah penyebab hilangnya karater sang anak yang berbakti kepada orang tua,
dan juga karakter para orang tua sebagai pendidik serta pendamping bagi
anak-anaknya.
Hilangnnya sikap orang tua yang “memek”
saat ini membuat semakin terkikisnya budaya bakti sang anak terhadap orang tua.
Sebelum masuk Pendidikan formal di kampung-kampung, pendidikan anak kampung untuk
mereka bisa menjadi anak-anak yang berbakti terhadap orang tua, taat terhadap perintah
agama, serta taat dalam aturan berbangsa, maka salah satu jalan yang dilakukan
orang tua, tokoh masyarakat di dalam mendidik anaknya adalah dengan bersikap “memek”.
0 komentar:
Posting Komentar