Home » » Dampak Humanisasi Setengah Sadar

Dampak Humanisasi Setengah Sadar

Written By Unknown on Selasa, 29 April 2014 | 16.15


tribunnews batam / istimewa
Wanita korban KDRT. Foto Ilustrasi

Berbicara mengenai pendidikan adalah sebuah topik yang tidak pernah  terpisah dari sebuah proses belajar yang dilakukan oleh para pihak di dalamnya. Melalui edukasi ini tentu bagaimana dapat memanusiakan manusia (humanisasi). Pendidikan akan sampai kepada tujuannya apabila dijalankan oleh manusia sadar di atas proses yang epektif dan epeisien. Salah satu dari tuntutan kurikulum pendidikan kita adalah bagaimana pihak yang terkait
dalam pendidikan itu sendiri mampu melahirkan proses-proses yang tertib di dalamnya. Komponennya, seperti Guru prefesional, dan didukung oleh sarana bangunan fisik sekolah yang layak, serta kebutuhan sarana lain dalam pendidikan itu sendiri harus bisa berfungsi sebagai sandaran sebuah proses belajar yang ideal.Selanjutnya, jika kita bersama-sama untuk melihat kembali apa itu arti pendidikan kemudian kita bandingkan dengan praktik pendidikan hari ini, penulis bersama anda sendiri kemungkinan akan membayangkan bagaimana dunia pendidikan kita ini seolah-olah dijalankan dengan setengah hati oleh pihak penyelenggara pendidikan itu sendiri.
Terkait dengan misi pendidikan untuk memanusiakan manusia seutuhnya, bukankah itu sebuah tugas dan kewajiban atas setiap individu kita sebagai khalifah di muka bumi ini.? jika benar demikian, maka pertanyaan selanjutnya seberapa besar kesadaran kita dalam menjalankan tugas tersebut.?, terutama pemerintah yang sudah dimandatkan menjadi pemegang lembaga formal di bangsa ini.
Kondisi dunia pendidikan kita terlihat seperti suasana ruangan yang tidak memiliki lampu penerang. Banyak diantara mereka yang setengah-setengah menjalani tugas yang mulia ini. terlepas mereka adalah unsur birokrasi lembaga, Guru, atau masyarakat secara umum.
Menjalankan misi pendidikan adalah menjadi sebuah tugas bersama yaitu tanpa pamrih dari siapapun kecuali karena Allah SWT, sehingga humanisasi ini berjalan dengan baik dan mampu melahirkan manusia seutuhnnya.
Dalam sisi lain bahwa kondisi dunia pendidikan kita ternyata sedang mengalami krisis orang yang betul-betul sadar atas tugasnya sebagai seorang pendidik. Banyak diantara mereka yang sudah berani berbohong dan tidak siap menjalankan misi pendidikan ini dengan baik, padahal dalam prinsip pendidikan disebutkan bahwa “siapapun baik guru/murid boleh salah, namun mereka tidak boleh berbohong”. Sementara hari ini banyak mereka yang membalik prinsip tersebut hanya demi menjaga image mereka sebagai orang yang sebenarnya belum siap menangani soal pendidikan. Sebut saja sebagai contoh dalam hal demikian adalah dengan melihat kasus-kasus yang terjadi dalam proses Ujian Nasional sekarang ini.
Kurikulum pendidikan yang seringkali mengalami perubahan ternyata tidak begitu memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan meinsert pola pikir masyarakat kita. Cara guru ataupun Dosen dalam menjalankan kurikulum dalam proses belajar mengajar sejauh ini justru mengalami semacam disorientasi dari tujuan pendidikan kita sesungguhnya. Ketidakjelasan daripada orientasi pendidikan yang dibuat oleh sebagian Guru dan Dosen dalam mengajarkan siswa atau Mahasiswanya, hal ini merupakan sebuah praktek pendidikan yang sudah tidak layak untuk kita pertahankan. Apapun nama dan jenis kurikulum yang dipakai sekarang ini pada dasarnya pendidikan kita memiliki tujuan memanusiakan manusia. Manusia terdidik adalah mereka dari orang-orang yang bisa memndidik orang lain dengan penuh kesadaran, Manusia yang terdidik adalah mereka orang-orang yang terlahir dari sebuah proses belajar yang panjang dan selalu ia sadari akan proses tersebut.
Manusia begitu luas memiliki wadah dan tempat dimana mereka harus belajar. Jangankan mereka belajar kepada sesama melalui bangku-bangku formal, namun selebihnya mereka juga bisa belajar kepada benda-benda yang tidak sejenis darinya. Selanjutnya, fakta dibalik proses dalam sebuah sistem pembelajaran yang dijalankan oleh Guru atau Dosen sekarang ini terhadap siswa ataupun Mahasiswa selaku objek pendidikan sungguh menyedihkan. Sebagian Guru dan Dosen sudah tidak menampakkan nilai-nilai kejujuran dalam bersikap seperti layaknya mereka sebagai seorang pendidik. Sebagian mereka yang tidak profesional sudah tidak seryus dalam mengelola amanah bangsa ini terkait pendidikan. Sejalan dengan ketidakprofesionalnya Guru demikian dapat dilihat melalui beberapa kasus penyelewengan dalam dunia pendidikan kita, salah satu dari kasus yang dimaksud adalah pihak sekolah/guru yang mencabuli muridnya sendiri.
Sebagai orang yang patut ditiru dan diguru maka peran mereka (guru) sebagai aktor yang menjalankan pendidikan seharusnya melahirkan generasi-genarasi bangsa yang memiliki pola fikir maju, bukan untuk dicabuli, dianiaya dan seterusnya. Out put (kuwalitas) dari haril pendidikan kita selama ini pembaca bisa melihatnya sendiri bahwa tidak sedikit dari sekolah atau Perguruan Tinggi yang menncetak manusia ini justru manusia-manusia tersebut cukup bersahabat dengan dunia pengangguran.
Mengguritanya pengangguran di Indonesia saat ini merupakan sebuah potret atau vidio dari kondisi pendidikan kita saat ini. lebih lanjut setiap generasi yang menjadi sampah bangsa hari ini mereka adalah rata-rata sudah mengenyam dunia pendidikan. Sebagai generasi muda yang sadar akan hal demikian tentu merasa terpanggil untuk selalu berjuang, berusaha semaksimal mungkin untuk merubah kondisi bangsa ini lebih baik dari kondisi yang sekarang. Sikap Pemuda dan Mahasiswa yang peduli terhadap kemajuan bangsa diantaranya adalah mempersiapakan dirinya dengan upaya peningkatan kafasitas keilmuanya dan juga berupaya membangun citra positif di tengah-tengah masyarakat yang membutuhkannya. Pertanyaan publik kemudian seberapa banyak masyarakat kita yang masih percaya lagi terhadap Pemuda dan Mahasiswa hari ini.?
Sebagian masyarakat kita, ada juga yang mengaggap bahwa apa yang diperjuangkan oleh Pemuda dan Mahasiswa hari ini adalah sesuatu yang ditunggangi kepentingan politik. Penilaian masyarakat semacam ini wajar karena didukung oleh fakta bahwa rata-rata politisi kita hari ini yang korupsi adalah kalangan pemuda.
Masyarakat secara mayoritas tentu akan sepakat ketika melihat ada dari Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung melakukan sebuah gerakan demi perubahan positif bagi bangsa ini seperti apa dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa dalam perjuangannya pada tahun 1998 lalu.
Terlepas dari perjuangan yang dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa sejauh ini, selebihnya kita sangat mengharapkan lewat sektor pendidikan inilah yang kemudian masyarakat dicerdaskan. Penulis sendiri sangat yakin bahwa jika pendidikan Bangsa ini dikelola dengan baik maka apa saja yang menjadi mimpi bangsa ini akan bisa tercapai. Rasionalisainya adalah ketika bangsa kita butuh terhadap stabilitas sosial politik maka tugas pendidikan terkait sosial politik ini harus benar-benar mampu mencetak politisi yang terdidik.
Anehnya di Indonesia sendiri memiliki politisi yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan yang ada,  bahkan semua orang bisa saja menjadi politisi asalkan mereka kaya dari segi harta, bukan kaya dari segi ilmu pengetahuan soal politik. Jika sistem politik kita hari ini sangat terbuka terhadap berbagai latar belakang pendidikan, lalu fakultas sospol di setiap universitas yang ada akan mencetak siapa..?
Suksesnya dunia pendidikan kita menurut penulis sementara ini adalah bagaimana setiap lembaga pendidikan, baik formal, non formal dan seterusnya mampu mencetak manusia yang bebas dari pengangguran yaitu setiap siswa ataupun Mahasiswa yang sudah menyelesaikan pendidikannya, mereka juga mampu mandiri, serta mampu menciptakan lapangan kerja untuk bangsanya sendiri dan mereka tidak lupa atas keberadaanya sebagai hamba Allah SWT.
Orang asing boleh hidup di Bangsa kita, namun mereka harus tunduk dan menjadi pelengkap di Bangsa ini. Ingatkah kita dengan apa yang dikatakan oleh Soeharto (mantan presiden RI) saat berhadapan dengan penjajah bahwa “kalian boleh hidup di bangsa kami, tetapi kalian harus tunduk terhadap aturan-aturan bangsa kami”.
Jika kita sebagai Pemuda dan Mahasiswa yang mengaku diri sadar hari ini, mengapa tidak kita sebagai masyarakat yang ingin mandiri tidak berani berspekulasi dengan mengkritik sistem Negara kita sendiri, hal tersebut dilakukan tentu sebagai upaya dari kita selaku Pemuda dan Mahasiswa memberikan peringatan kepada pemerintah yang selama ini lelet dalam menyediakan lapangan kerja untuk kita sebagai generasi bangsa. Menurut penulis, sejauh bangsa ini merdeka semestinya pemerintah sudah fokus terhadap 3 (tiga) tugasnya sebagai pemerintah. Tugas yang dimaksudkan adalah pertama pemerintah harus menyediakn fasilitas publik, kedua menyedian fasilitas publik, ketiga menyedian fasilitas publik. Inilah tugas pemerintah sesungguhnya jika ingin memlihat kondisi masyarakatnya yang tidak memiliki tempat kerja/ menganggur, masyarakat yang menjadi pahlawan devisa hari ini bisa mengalami penurunan.
Selajutnya, Pemimpin tidak punya alasan yang kuat untuk memperhambat proses pertumbuhan pembangunan di Negara ini jika pemimpin berani berspekulasi dengan melawan orang-orang yang dianggap sebagai musuh hari ini, baik dari luar atau dari dalam bangsa sendiri, profesioonalisme pemimpin ini sangat diharapakn, seperti halnya memberantaskan KKN dan seterusnya.
Apakah pemerintah hari ini terbangun dan sadar dengan suara tangisan masyarakat yang cukup banyak, terutama masyarakat di sudut-sudut pinggiran sana, mereka yang selalu menagis karena tanah mereka digusur, mereka tidak berdaya karena kesakitan lalu tidak bisa berobat, mereka galau karena lingkungan mereka tidak memiliki lampu penerang seperti halnya yang ada di kota-kota besar, tangan dan kaki mereka membengkak karena selalu bersentuhan dengan tanah liat dan pasir serta batu karang di lautan, kulit mereka terkelupas karena selalu berada di bawah terik sinar matahari yang begitu panas, mereka tak ubahnya seperti semut yang selalu setia mengumpulkan remah dari sisa makanan lalu dirampas oleh sekelompok serangga yang lebih besar. Inilah sekilas potret masyarakat kita saat ini dibuat oleh pemerintah kita. Masyarakat sudah capek-capek dengan mereka harus bertani, berlayar, hingga mereka harus membayar pajak, uang dan tanah mereka selalu dirampok oleh manusia berkedok Iblis di bangsa ini. Orang-orang tersebut tentu merupakan potret dari hasil pendidikan bangsa kita yang pengecut hanya mampu melahirkan manusia rakus yang hanya berani memakan uang rakyatnya sendiri setelah mereka menjadi penguasa di Bangsa ini.
Melestarikan budaya lama yang masih baik adalah soal tuntutan, sementara menerima budaya baru yang bersifat baik ataupun buruk adalah soal pilihan. Sungguh aneh jika ada diantara kita selaku masyarakat umum, Pemuda dan Mahasiswa saat ini yang justru menutup mata dengan melupakan budaya lama yang baik dengan harus menerima budaya baru yang kurang baik”.
Terlepas dari berdebatan baik dan buruk yang terdapat pada setiap budaya lama atau yang bersifat baru maka idealalisme Pemuda adalah mereka yang senantiasa mampu melahirkan sebuah manfaat yang baik untuk bangsa ini, bukan menjadi beban atau sampah yang selalu dirawat oleh penguasa pada zamanya. Lebih  lanjut jika Pemuda hari ini seperti halnya sampah yang selalu diawat oleh penguasa maka tunggulah saatnya tiba waktu panen.
Melihat posisi Pemuda dengan Pemimpin pasca reformasi sungguh menjadi pertanyaan besar bagi “idealisme Pemuda dan Mahasiswa” itu sendiri, sebagian mereka tak ubahnya seperti budak di bawah kungkungan sebuah kerajaan. Jika Pemuda dan Mahasiswa diharuskan untuk dekat secara emosional dengan pemimpin maka hal tersebut bisa dipandang sebagai hubungan budak dengan raja yang sedikit cukup mesra, sebaliknya jika seorang Pemuda dan mahaiswa diharuskan berada di posisi lawan atas setiap kebijakan seorang pemimpin maka inilah Pemuda yang menurut penulis patut diberikan gelar pahlawan.
Konsistensi Pemuda dalam posisinya yang senatiasa melakukan sebuah perlawan di atas setiap kebijakan pemimpin ini bukanlah sebuah sikap penghianatan sejati terhadap bangsa sendiri. sebagai Pemuda dan Mahasiswa yang cerdas tentu tidak semua kebijakan pemimpin yang harus dilawan, ada kategori kebijakan yang menurut mereka harus dilawan dan ada pula kebijakan pemimpin yang patut diterima sehingga independensi seorang Pemuda dan Mahasiswa terlihat jelas ketika tidak ada interpensi dari pihak manapun.
Pemuda dan Mahasiswa harus bisa berdiri dengan sendirinya, gelar maha yang terdapat dalam diri Mahasiswa adalah sebagai cermin bahwa mereka bukanlah masyarakat yang suka bergantung, bukan pula masyarakat yang dipermainkan seperti bola. Kesibukan Mahasiswa yang muncul sekarang ini perlu kita pertanyaakan kembali bersama-sama, apa saja kesibukan mereka dalam mengurus bangsa ini, apakah mereka sibuk karena menjalani ide dan gagasan orang lain ataukah sibuk karena mengurus ide dan gagasan mereka sendiri yang lahir dari forum-forum diskusi sesama mereka untuk bangsa ini, ataukah mereka akan menjadi manusia-manusia yang sama dengan orang-orang yang telah menjilat lidahnya sendiri saat ini.?
Pertanyaan di atas tentu muncul karena ada sebab. Perlu diulangi kembali bahwa kesibukan Mahasiswa seiring dengan zaman hari ini membuat sebagian dari mereka terlena untuk menikmati alat-alat tekhnologi yang begitu canggih hingga kecanggihannya sendiri terkadang mereka lupakan. Jika pada zaman orde lama Mahasiswa tergolong masyarakat yang sangat canggih dengan kemampuan menobrak sistem yang pada saat itu tidak baik menurut mereka, kemudian ia tawarkan konsep yang menurut mereka baik yaitu repormasi sehingga merekapun berhasil pada tahun 1998. Lahu yang menjadi pertanyaan publik hari ini kemanakah kecanggihan mereka yang dulu..?
Sebagai Mahasiswa yang membaca sejarah akan dirinya tentu sangat menginginkan kemenanganya terulang kembali. Namun musuh yang mereka hadapi hari ini bukanlah birokrasi kayak dulu melainkan birokrasi yang sekarang adalah produknya sendiri, Mahasiswa dan Pemudalah yang pertama memulai menggagas repormasi itu sehingga tak perlu heran banyak diantara mereka (pemuda) juga dapat mengisi peluang reposisi dari birokrasi yang mereka rombak pada saat itu.
Dengan melihat kondisi birokrasi di bangsa kita sendiri saat ini sungguh memunculkan pertanyaan yang sama untuk terulang kembali, yaitu apakah kemenangan Mahasiswa yang dulu itu merupakan kemenangan picik yang ternyata menjadi tontonan tidak produktif bagi tunas-tunas bangsa yang lahir hari ini, kemudian apakah makna kebebasan yang mereka suarakan dahulu, apakah sebatas usaha menggerakkan lidah mereka dari jepitan rezim pada saat itu sehingga pada akhirnya sekarang setelah mereka berhasil lalu mereka juga bebas begitu saja dengan harus melakukan korupsi di Bangsa ini (?), mereka bukanlah cermin orang-orang yang terdidik.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

KAMPUNG MEDIA

KAMPUNG MEDIA
Jurnalisme Warga

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Burex Institute - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger