tribunnews batam / istimewa
Wanita korban KDRT. Foto Ilustrasi
|
Berbicara mengenai pendidikan
adalah sebuah topik yang tidak pernah terpisah dari sebuah proses belajar
yang dilakukan oleh para pihak di dalamnya. Melalui edukasi ini tentu bagaimana
dapat memanusiakan manusia (humanisasi). Pendidikan akan sampai kepada tujuannya
apabila dijalankan oleh manusia sadar di atas proses yang epektif dan epeisien.
Salah satu dari tuntutan kurikulum pendidikan kita adalah bagaimana pihak yang
terkait
dalam pendidikan itu sendiri mampu melahirkan proses-proses yang tertib
di dalamnya. Komponennya, seperti Guru prefesional, dan didukung oleh sarana
bangunan fisik sekolah yang layak, serta kebutuhan sarana lain dalam pendidikan
itu sendiri harus bisa berfungsi sebagai sandaran sebuah proses belajar yang
ideal.Selanjutnya, jika kita bersama-sama untuk melihat kembali apa itu arti
pendidikan kemudian kita bandingkan dengan praktik pendidikan hari ini, penulis
bersama anda sendiri kemungkinan akan membayangkan bagaimana dunia pendidikan
kita ini seolah-olah dijalankan dengan setengah hati oleh pihak penyelenggara
pendidikan itu sendiri.
Terkait dengan misi pendidikan
untuk memanusiakan manusia seutuhnya, bukankah itu sebuah tugas dan kewajiban
atas setiap individu kita sebagai khalifah di muka bumi ini.? jika benar
demikian, maka pertanyaan selanjutnya seberapa besar kesadaran kita dalam menjalankan
tugas tersebut.?, terutama pemerintah yang sudah dimandatkan menjadi pemegang
lembaga formal di bangsa ini.
Kondisi dunia pendidikan kita
terlihat seperti suasana ruangan yang tidak memiliki lampu penerang. Banyak
diantara mereka yang setengah-setengah menjalani tugas yang mulia ini. terlepas
mereka adalah unsur birokrasi lembaga, Guru, atau masyarakat secara umum.
Menjalankan misi pendidikan adalah
menjadi sebuah tugas bersama yaitu tanpa pamrih dari siapapun kecuali karena
Allah SWT, sehingga humanisasi ini berjalan dengan baik dan mampu melahirkan
manusia seutuhnnya.
Dalam sisi lain bahwa kondisi
dunia pendidikan kita ternyata sedang mengalami krisis orang yang betul-betul
sadar atas tugasnya sebagai seorang pendidik. Banyak diantara mereka yang sudah
berani berbohong dan tidak siap menjalankan misi pendidikan ini dengan baik,
padahal dalam prinsip pendidikan disebutkan bahwa “siapapun baik guru/murid
boleh salah, namun mereka tidak boleh berbohong”. Sementara hari ini banyak
mereka yang membalik prinsip tersebut hanya demi menjaga image mereka sebagai
orang yang sebenarnya belum siap menangani soal pendidikan. Sebut saja sebagai
contoh dalam hal demikian adalah dengan melihat kasus-kasus yang terjadi dalam
proses Ujian Nasional sekarang ini.
Kurikulum pendidikan yang
seringkali mengalami perubahan ternyata tidak begitu memiliki dampak yang
signifikan terhadap perubahan meinsert pola pikir masyarakat kita. Cara guru
ataupun Dosen dalam menjalankan kurikulum dalam proses belajar mengajar sejauh
ini justru mengalami semacam disorientasi dari tujuan pendidikan kita
sesungguhnya. Ketidakjelasan daripada orientasi pendidikan yang dibuat oleh
sebagian Guru dan Dosen dalam mengajarkan siswa atau Mahasiswanya, hal ini
merupakan sebuah praktek pendidikan yang sudah tidak layak untuk kita
pertahankan. Apapun nama dan jenis kurikulum yang dipakai sekarang ini pada
dasarnya pendidikan kita memiliki tujuan memanusiakan manusia. Manusia terdidik
adalah mereka dari orang-orang yang bisa memndidik orang lain dengan penuh
kesadaran, Manusia yang terdidik adalah mereka orang-orang yang terlahir dari
sebuah proses belajar yang panjang dan selalu ia sadari akan proses tersebut.
Manusia begitu luas memiliki wadah
dan tempat dimana mereka harus belajar. Jangankan mereka belajar kepada sesama
melalui bangku-bangku formal, namun selebihnya mereka juga bisa belajar kepada
benda-benda yang tidak sejenis darinya. Selanjutnya, fakta dibalik proses dalam
sebuah sistem pembelajaran yang dijalankan oleh Guru atau Dosen sekarang ini
terhadap siswa ataupun Mahasiswa selaku objek pendidikan sungguh menyedihkan.
Sebagian Guru dan Dosen sudah tidak menampakkan nilai-nilai kejujuran dalam
bersikap seperti layaknya mereka sebagai seorang pendidik. Sebagian mereka yang
tidak profesional sudah tidak seryus dalam mengelola amanah bangsa ini terkait
pendidikan. Sejalan dengan ketidakprofesionalnya Guru demikian dapat dilihat
melalui beberapa kasus penyelewengan dalam dunia pendidikan kita, salah satu
dari kasus yang dimaksud adalah pihak sekolah/guru yang mencabuli muridnya
sendiri.
Sebagai orang yang patut ditiru
dan diguru maka peran mereka (guru) sebagai aktor yang menjalankan pendidikan
seharusnya melahirkan generasi-genarasi bangsa yang memiliki pola fikir maju,
bukan untuk dicabuli, dianiaya dan seterusnya. Out put (kuwalitas) dari haril
pendidikan kita selama ini pembaca bisa melihatnya sendiri bahwa tidak sedikit
dari sekolah atau Perguruan Tinggi yang menncetak manusia ini justru
manusia-manusia tersebut cukup bersahabat dengan dunia pengangguran.
Mengguritanya pengangguran di
Indonesia saat ini merupakan sebuah potret atau vidio dari kondisi pendidikan
kita saat ini. lebih lanjut setiap generasi yang menjadi sampah bangsa hari ini
mereka adalah rata-rata sudah mengenyam dunia pendidikan. Sebagai generasi muda
yang sadar akan hal demikian tentu merasa terpanggil untuk selalu berjuang,
berusaha semaksimal mungkin untuk merubah kondisi bangsa ini lebih baik dari
kondisi yang sekarang. Sikap Pemuda dan Mahasiswa yang peduli terhadap kemajuan
bangsa diantaranya adalah mempersiapakan dirinya dengan upaya peningkatan
kafasitas keilmuanya dan juga berupaya membangun citra positif di tengah-tengah
masyarakat yang membutuhkannya. Pertanyaan publik kemudian seberapa banyak
masyarakat kita yang masih percaya lagi terhadap Pemuda dan Mahasiswa hari
ini.?
Sebagian masyarakat kita, ada juga
yang mengaggap bahwa apa yang diperjuangkan oleh Pemuda dan Mahasiswa hari ini
adalah sesuatu yang ditunggangi kepentingan politik. Penilaian masyarakat
semacam ini wajar karena didukung oleh fakta bahwa rata-rata politisi kita hari
ini yang korupsi adalah kalangan pemuda.
Masyarakat secara mayoritas tentu
akan sepakat ketika melihat ada dari Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung
melakukan sebuah gerakan demi perubahan positif bagi bangsa ini seperti apa dilakukan
oleh Pemuda dan Mahasiswa dalam perjuangannya pada tahun 1998 lalu.
Terlepas dari perjuangan yang
dilakukan oleh Pemuda dan Mahasiswa sejauh ini, selebihnya kita sangat
mengharapkan lewat sektor pendidikan inilah yang kemudian masyarakat dicerdaskan.
Penulis sendiri sangat yakin bahwa jika pendidikan Bangsa ini dikelola dengan
baik maka apa saja yang menjadi mimpi bangsa ini akan bisa tercapai.
Rasionalisainya adalah ketika bangsa kita butuh terhadap stabilitas sosial
politik maka tugas pendidikan terkait sosial politik ini harus benar-benar
mampu mencetak politisi yang terdidik.
Anehnya di Indonesia sendiri
memiliki politisi yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan yang
ada, bahkan semua orang bisa saja menjadi politisi asalkan mereka kaya
dari segi harta, bukan kaya dari segi ilmu pengetahuan soal politik. Jika
sistem politik kita hari ini sangat terbuka terhadap berbagai latar belakang
pendidikan, lalu fakultas sospol di setiap universitas yang ada akan mencetak
siapa..?
Suksesnya dunia pendidikan kita
menurut penulis sementara ini adalah bagaimana setiap lembaga pendidikan, baik
formal, non formal dan seterusnya mampu mencetak manusia yang bebas dari
pengangguran yaitu setiap siswa ataupun Mahasiswa yang sudah menyelesaikan pendidikannya,
mereka juga mampu mandiri, serta mampu menciptakan lapangan kerja untuk
bangsanya sendiri dan mereka tidak lupa atas keberadaanya sebagai hamba Allah
SWT.
Orang asing boleh hidup di Bangsa
kita, namun mereka harus tunduk dan menjadi pelengkap di Bangsa ini. Ingatkah
kita dengan apa yang dikatakan oleh Soeharto (mantan presiden RI) saat
berhadapan dengan penjajah bahwa “kalian boleh hidup di bangsa kami, tetapi
kalian harus tunduk terhadap aturan-aturan bangsa kami”.
Jika kita sebagai Pemuda dan Mahasiswa
yang mengaku diri sadar hari ini, mengapa tidak kita sebagai masyarakat yang
ingin mandiri tidak berani berspekulasi dengan mengkritik sistem Negara kita
sendiri, hal tersebut dilakukan tentu sebagai upaya dari kita selaku Pemuda dan
Mahasiswa memberikan peringatan kepada pemerintah yang selama ini lelet dalam
menyediakan lapangan kerja untuk kita sebagai generasi bangsa. Menurut penulis,
sejauh bangsa ini merdeka semestinya pemerintah sudah fokus terhadap 3 (tiga)
tugasnya sebagai pemerintah. Tugas yang dimaksudkan adalah pertama pemerintah
harus menyediakn fasilitas publik, kedua menyedian fasilitas publik, ketiga
menyedian fasilitas publik. Inilah tugas pemerintah sesungguhnya jika ingin
memlihat kondisi masyarakatnya yang tidak memiliki tempat kerja/ menganggur,
masyarakat yang menjadi pahlawan devisa hari ini bisa mengalami penurunan.
Selajutnya, Pemimpin tidak punya
alasan yang kuat untuk memperhambat proses pertumbuhan pembangunan di Negara
ini jika pemimpin berani berspekulasi dengan melawan orang-orang yang dianggap
sebagai musuh hari ini, baik dari luar atau dari dalam bangsa sendiri,
profesioonalisme pemimpin ini sangat diharapakn, seperti halnya memberantaskan
KKN dan seterusnya.
Apakah pemerintah hari ini
terbangun dan sadar dengan suara tangisan masyarakat yang cukup banyak,
terutama masyarakat di sudut-sudut pinggiran sana, mereka yang selalu menagis
karena tanah mereka digusur, mereka tidak berdaya karena kesakitan lalu tidak
bisa berobat, mereka galau karena lingkungan mereka tidak memiliki lampu
penerang seperti halnya yang ada di kota-kota besar, tangan dan kaki mereka
membengkak karena selalu bersentuhan dengan tanah liat dan pasir serta batu
karang di lautan, kulit mereka terkelupas karena selalu berada di bawah terik
sinar matahari yang begitu panas, mereka tak ubahnya seperti semut yang selalu
setia mengumpulkan remah dari sisa makanan lalu dirampas oleh sekelompok
serangga yang lebih besar. Inilah sekilas potret masyarakat kita saat ini
dibuat oleh pemerintah kita. Masyarakat sudah capek-capek dengan mereka harus
bertani, berlayar, hingga mereka harus membayar pajak, uang dan tanah mereka
selalu dirampok oleh manusia berkedok Iblis di bangsa ini. Orang-orang tersebut
tentu merupakan potret dari hasil pendidikan bangsa kita yang pengecut hanya
mampu melahirkan manusia rakus yang hanya berani memakan uang rakyatnya sendiri
setelah mereka menjadi penguasa di Bangsa ini.
Melestarikan budaya lama yang
masih baik adalah soal tuntutan, sementara menerima budaya baru yang bersifat
baik ataupun buruk adalah soal pilihan. Sungguh aneh jika ada diantara kita
selaku masyarakat umum, Pemuda dan Mahasiswa saat ini yang justru menutup mata
dengan melupakan budaya lama yang baik dengan harus menerima budaya baru yang
kurang baik”.
Terlepas dari berdebatan baik dan
buruk yang terdapat pada setiap budaya lama atau yang bersifat baru maka
idealalisme Pemuda adalah mereka yang senantiasa mampu melahirkan sebuah
manfaat yang baik untuk bangsa ini, bukan menjadi beban atau sampah yang selalu
dirawat oleh penguasa pada zamanya. Lebih lanjut jika Pemuda hari ini
seperti halnya sampah yang selalu diawat oleh penguasa maka tunggulah saatnya
tiba waktu panen.
Melihat posisi Pemuda dengan
Pemimpin pasca reformasi sungguh menjadi pertanyaan besar bagi “idealisme Pemuda
dan Mahasiswa” itu sendiri, sebagian mereka tak ubahnya seperti budak di bawah
kungkungan sebuah kerajaan. Jika Pemuda dan Mahasiswa diharuskan untuk dekat
secara emosional dengan pemimpin maka hal tersebut bisa dipandang sebagai
hubungan budak dengan raja yang sedikit cukup mesra, sebaliknya jika seorang
Pemuda dan mahaiswa diharuskan berada di posisi lawan atas setiap kebijakan
seorang pemimpin maka inilah Pemuda yang menurut penulis patut diberikan gelar
pahlawan.
Konsistensi Pemuda dalam posisinya
yang senatiasa melakukan sebuah perlawan di atas setiap kebijakan pemimpin ini
bukanlah sebuah sikap penghianatan sejati terhadap bangsa sendiri. sebagai
Pemuda dan Mahasiswa yang cerdas tentu tidak semua kebijakan pemimpin yang
harus dilawan, ada kategori kebijakan yang menurut mereka harus dilawan dan ada
pula kebijakan pemimpin yang patut diterima sehingga independensi seorang
Pemuda dan Mahasiswa terlihat jelas ketika tidak ada interpensi dari pihak
manapun.
Pemuda dan Mahasiswa harus bisa
berdiri dengan sendirinya, gelar maha yang terdapat dalam diri Mahasiswa adalah
sebagai cermin bahwa mereka bukanlah masyarakat yang suka bergantung, bukan
pula masyarakat yang dipermainkan seperti bola. Kesibukan Mahasiswa yang muncul
sekarang ini perlu kita pertanyaakan kembali bersama-sama, apa saja kesibukan
mereka dalam mengurus bangsa ini, apakah mereka sibuk karena menjalani ide dan
gagasan orang lain ataukah sibuk karena mengurus ide dan gagasan mereka sendiri
yang lahir dari forum-forum diskusi sesama mereka untuk bangsa ini, ataukah
mereka akan menjadi manusia-manusia yang sama dengan orang-orang yang telah
menjilat lidahnya sendiri saat ini.?
Pertanyaan di atas tentu muncul
karena ada sebab. Perlu diulangi kembali bahwa kesibukan Mahasiswa seiring
dengan zaman hari ini membuat sebagian dari mereka terlena untuk menikmati
alat-alat tekhnologi yang begitu canggih hingga kecanggihannya sendiri
terkadang mereka lupakan. Jika pada zaman orde lama Mahasiswa tergolong
masyarakat yang sangat canggih dengan kemampuan menobrak sistem yang pada saat
itu tidak baik menurut mereka, kemudian ia tawarkan konsep yang menurut mereka
baik yaitu repormasi sehingga merekapun berhasil pada tahun 1998. Lahu yang
menjadi pertanyaan publik hari ini kemanakah kecanggihan mereka yang dulu..?
Sebagai Mahasiswa yang membaca
sejarah akan dirinya tentu sangat menginginkan kemenanganya terulang kembali.
Namun musuh yang mereka hadapi hari ini bukanlah birokrasi kayak dulu melainkan
birokrasi yang sekarang adalah produknya sendiri, Mahasiswa dan Pemudalah yang
pertama memulai menggagas repormasi itu sehingga tak perlu heran banyak
diantara mereka (pemuda) juga dapat mengisi peluang reposisi dari birokrasi
yang mereka rombak pada saat itu.
Dengan melihat kondisi birokrasi
di bangsa kita sendiri saat ini sungguh memunculkan pertanyaan yang sama untuk
terulang kembali, yaitu apakah kemenangan Mahasiswa yang dulu itu merupakan
kemenangan picik yang ternyata menjadi tontonan tidak produktif bagi
tunas-tunas bangsa yang lahir hari ini, kemudian apakah makna kebebasan yang
mereka suarakan dahulu, apakah sebatas usaha menggerakkan lidah mereka dari
jepitan rezim pada saat itu sehingga pada akhirnya sekarang setelah mereka
berhasil lalu mereka juga bebas begitu saja dengan harus melakukan korupsi di
Bangsa ini (?), mereka bukanlah cermin orang-orang yang terdidik.
0 komentar:
Posting Komentar